Selasa, 05 Juli 2011

DRA HJ. NUR ASIAH DJAMIL - CIPTAKAN RATUSAN NASYID

Di kalangan masyarakat Sumatera Utara, terutama Medan, ia dikenal sebagai penceramah agama, qariah, penyanyi qasidah, dan dosen. Bahkan, perempuan berusia 55 tahun ini termasuk perintis kelompok nasyid di wilayahnya. Sudah ratusan lagu dan kaset yang ia hasilkan.
Berikut petikan wanwancara Debbi Safinaz dengan Ibu Hj. Nur Asiah Jamil

Apa kegiatan Anda sekarang?
Berdakwah dan memenuhi undangan menyanyi. Selain itu, saya terus mengajar, terutama untuk kelas Taman Pembacaan Al Quran (TPA). Kebetulan saya punya Yayasan Perguruan Al Quran Nurul Asiah yang terletak di depan rumah saya.
Saya juga mengajar di Fakultas Ushuluddin IAIN Sumut. Jadi, saya tugas rangkap baik sebagai qariah, artis qasidah, dan berceramah. Selain itu, saya sering jadi juri Festival Nasyid dan Dewan Hakim MTQ tingkat Provinsi.

Bisa diceritakan perjalanan Anda sampai bisa seperti sekarang?
Kalau nama saya sampai dikenal, sebenarnya itu berkat kakak sulung saya. Dia sekolah di Medan belajar Al Quran pada seorang guru, Setiap pulang ke desa kami Desa Kotarih, Galang, Kabupaten Deli Serdang, saya dengar dia mengaji. Mendengar Kakak mengalunkan ayat-ayat suci Al Quran, saya jadi tertarik.
Saat umur 4 tahun itu, saya sudah belajar ngaji dan bisa membaca Al Quran. Lalu, umur 8 tahun saya sudah beberapa kali katam Al Quran. Saya memang hobi baca Al Quran. Ketika kami sekeluarga pindah ke Medan, saya meneruskan belajar Al Quran.

Usia berapa Anda bisa menghafal Al Quran? 
Memang agak lama, ya. Saya baru hafal menginjak usia 21 tahun. Itu pun setelah tiga tahun menghafal. Sebulan, saya bisa katam Al Quran sebanyak 3 - 4 kali. Selesai salat, saya bisa selesai 2 - 3 juz. Selain baca Al Quran, saya mulai jadi penyanyi qasidah. Akhirnya, antara baca Al Quran dan nyanyi qasidah berjalan bersamaan.

Bagaimana ceritanya Anda menggeluti qasidah?
Dulu, sih, namanya nasyid ya. Nasyid, kan, hanya pakai rebana. Sedangkan qasidah memakai hampir semua alat musik. Suatu saat, sepupu saya mengajak saya belajar nasyid. Dia bilang, suara saya bagus. Kami pun rajin latihan. Kebetulan, guru di kursus nasyid itu rata-rata guru madrasah yang sering bermalam di surau milik ayah saya di kampung.

Wah, bakat menyanyi Anda kian terasah, dong?
Saya termasuk andalan di kelompok orkes El Suraya yang dipimpin oleh mendiang H. Ahmad Baki. Maklum, saya satu-satunya penyanyi wanita. Selama sepuluh tahun bergabung di sana, kami sering diundang ke mana-mana. Baik di dalam maupun luar negeri.

Lantaran giat menyanyi, apakah kegiatan baca Al Quran Anda tinggalkan?
Oh tidak. Tahun 1964 saya ikut MTQ tingkat dewasa di Sumut dan berhasil meraih juara pertama. Memang ada, sih, yang bertanya, saya ini penyanyi atau qariah? Soalnya, dua kegiatan ini saya lakukan berbarengan. Belakangan ini, saya sering juga diundang sebagai penceramah.

Di masa itu, Anda termasuk laris sebagai penyanyi nasyid dan qariah?
Alhamdulillah. Pada tahun 60-an, sehari saya bisa memenuhi undangan di 18 tempat. Tentu saja masing-masing, tempatnya enggak berjauhan ya. Masing-masing enam kegiatan di pagi, siang, dan malam.
Kala itu, undangan benar-benar menunggu saya. Saya tampil jadi qariah maupun penyanyi.
Honor yang saya dapat dari berbagai acara itu saya tabung. Hasilnya, tahun 1968, saya bisa membangun madrasah yang saya beri nama Yayasan Perguruan Al Quran Nurul Asiah. Bersamaan itu pula saya mendirikan grup nasyid. Di yayasan ini, mulai anak-anak sampai nenek-nenek bergabung untuk latihan nasyid.

Sudah ke mana saja Anda dan kelompok nasyid Anda manggung? 
Saya sudah tampil mulai dari Sabang sampai Merauke. Apalagi, saat awal kelompok kami dikenal orang. Banyak yang mengatakan, kami adalah kelompk nasyid Medan yang sedang tumbuh. Biasanya, saat memenuhi uindangan ke satu provinsi, kami keliling sampai sebulan penuh.
Saat tampil di Aceh, Padang, Riau, dan kota-kota lainnya, kami tampil sampai di kota kecamatan dan desa-desa. Pokoknya, tiap hari sambung-menyambung tak putus-putus. Selain itu, kami pernah keliling di seluruh negara ASEAN.

Tentu banyak suka dan duka yang Anda alami?
Wah, enggak ada dukanya. Sungguh membahagiakan lagu-lagu kami diterima baik pendengar. Bahkan, begitu datang kami langsung disambut dengan baik. Saya amat bahagia. Artinya, apa yang yang saya kerjakan ini mendapat rida dari-Nya.

Lagu siapa yang biasa Anda nyanyikan?
Saya mencipta lagu sendiri. Memang harus begitu. Waktu itu, penyanyi nasyid saja masih langka apalagi penciptanya. Mau tak mau, saya yang menciptakan semua lagu yang dibawakan kelompok nasyid saya. Sampai sekarang sudah 500 lebih lagi saya ciptakan.
Saya ingat, lagu ciptaan saya yang pertama berjudul Belajar di Waktu Kecil. Orang suka mendengarkan syair yang katanya menyejukkan itu. Itu sebabnya, saya makin sering diundang sebagai penceramah. Jadilah saya berceramah, baca Al Quran, dan bernyanyi.

Sampai di mana kepopuleran lagu-lagu nasyid ciptaan Anda? 
Lagu-lagu ini mencapai puncaknya ketika saya diajak rekaman lagu dakwah dan 30 juz Al Quran di Musica Studio, Jakarta. Setelah itu, saya rekaman lagi di tujuh studio Jakarta tahun 70-an. Saya menyambut baik ajakan ini. Saya ingin agar lagu bernuansa Islami lebih memasyarakat di tengah-tengah muslim.
Waktu itu, jadwal rekaman saya sangat ketat. Tapi, saya sangat menikmatinya. Dalam setahun saya bisa dikontrak 3 - 4 kali.

Apakah kaset Anda digemari masyarakat?
Alhamdulillah, album Panggilan Haji yang saya ciptakan ketika menunaikan haji laku 100 ribu. Masa itu, angka sekian sudah termasuk laku keras, hingga meraih Golden Record. Lagu ini sering diperdengaran di atas menara masjid. Bila ditotal, hingga kini saya sudah menghasilkan 65 kaset bacaan Al Quran 30 juz dan 100 kaset qasidah.

Kaset Anda sudah dipasarkan ke mana saja?
Sebenarnya saya ingin mengedarkannya ke seluruh Indonesia. Tapi, saya takut karena begitu cepatnya kaset saya ini dibajak orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Buktinya, sehari saja kaset saya beredar, besoknya sudah ada yang membajaknya. Misalnya saja album Panggilan Kabah dan Ya Robbi Barik. Kaset ini sudah tersebar di Indonesia dan Malaysia.

Apa yang membahagiakan Anda selama melakoni profesi Anda?
Oh banyak. Salah satunya yang membuat saya terharu, selama ini kalau ada perlombaan nasyid, lagu wajibnya selalu ciptaan saya. Mungkin itu yang membuat banyak orang mengatakan, saya pencetus nasyid.

Sebenarnya susah enggak, sih, jadi penyanyi nasyid?
Kalau ada kemauan, semua itu enggak susah dikerjakan. Oh ya, seieing perjalanan waktu, saya juga mendirikan kelompok qasidah dengan alat musik yang lengkap. Kelompok qasidah saya terdiri dari delapan orang. Setiap anggota saya punya keterampilan memainkan alat musik. Ada yang pegang gitar, biola, drum, dan keyboard.

Bagaimana perkembangan musik qasidah sekarang ini?
Sampai sekarang kelompok saya masih sering dapat undangan pentas. Terutama pada hari-hari besar Islam, syukuran, atau hajatan perkawinan. Dalam sebulan, setidaknya kami tampil sekai. Hanya pada waktu Ramadhan sekarang kami stop nyanyi dulu. Tapi, untuk ceramah jalan terus.
Demi memenuhi keinginan masyarakat, sekarang kami tidak hanya menyanyikan lagu qasidah. Kami juga menyanyikan lagu daerah, pop, bahkan dangdut. Namun, kami tetap menjaga penampilan. Yaitu harus sopan dan bersahaja. Boleh nyanyi dangdut, tapi enggak perlu goyang. Sampai sekarang, personel kelompok kami semuanya perempuan. Bukan apa-apa, kami ingin grup kami khas perempuan.

Berapa tarif kelompok Anda?
Kalau nyanyi nasyid, tanpa alat musik, tarifnya Rp 700 ribu. namun, kalau lengkap dengan alat musik harganya tentu lebih mahal. Sebagai contoh untuk Kuala Simpang, kami pasang harga Rp 6 juta. Tapi, kalau sampai Padang, bisa mencapai Rp 16 juta. Itu sudah termasuk ongkos transpor.

Apakah anak-anak mengikuti jejak Anda? 
Saya punya empat anak Mabudin Nasyiri S. Sos (25), Hubbal Hairi, AMD, Ridho Alawiyah (20) kuliah di FKIP UISU jurusan Bahasa, dan Rihla Rizky (19) yang menuntut ilmu di Fakultas Teknik Mobil UISU. Di antara mereka, hanya Ridho yang mengikuti jejak saya menyanyi qasidah. Saya enggak maksa, lho. Oh ya, suami saya H. Fayakun Nawi, S.H., semasa hidupnya jadi seorang pengacara dan pernah menjadi dekan Fakultas Hukum UMSU. Dia meninggal awal tahun 2001.

Saat senggang apa kegiatan Anda?
Selain sibuk sehari-hari menyiapkan untuk kebutuhan keluarga, saya sibuk "merenovasi" pakaian-pakaian saya yang sudah kekecilan. Busana saya, kan, masih banyak yang bagus. Dari pada dibuang lebih baik diperbaiki lagi.

Penghargaan:
- Juara I MTQ tingkat Provinsi Sumut
- Juara I tingkat Nasional MTQ di Banjarmasin
- Jjuara II MTQ di Malaysia
- Juara I MTQ di Arab Saudi
- Beberapa penghargaan lain yang diadakan organisasi-organisasi Islam.

Kegiatan
- Tahun 1996 - 2002 : Mengasuh siaran belajar membaca Al Quran di RRI Nusantara I Medan.
- Tahun 1967-2002 : PNS Departemen Agama.
- Tahun 1968 - 2002 : Memimpin Yayasan dan Kepala Sekolah Nurul Asiah.
- Tahun 1995 - 2002 : Dosen Fakultas Ushuluddin IAIN Sumut .
- Tahun 1995 - 2002: Memimpin grup musik wanita “Nada Sahara”.


Taken from: 


1 komentar:

  1. Alhamdulillah...trnyta groupnya ibu Nur msh aktif,q penggemar beratnya jg disini bnyk penggemar berat beliau,,aplgi ibu2 gak ada yg gak ngerti siapa ibu Nur,,smg sehat2 sllu&slmt berjuang.(Bojonegoro-JATIM)

    BalasHapus